ANALISIS ARTIKEL “KEMBALI KE PERSOALAN DASAR”
(Kompas, 12/8/2010)
Oleh Maulita
BURUKNYA keadaan ekonomi nasional saat ini membawa pertanyaan besar bagi rakyat Indonesia “Apa sebenarnya yang menjadi masalah?”. Jika kita melihat ke persoalan dasar sebenarnya sangat fundamental. Ya, perekonomian kita sekarang sudah terkontaminasi dengan perekonomian liberalisme dan individualisme yang menjadi ruh kapitalisme selanjutnya berkembang menjadi imperialisme. Paham kebersamaan dan asas kekeluargaan sebagai dasar sistem ekonomi Indonesia ke dalam UUD 1945 dengan istilah demokrasi ekonomi sudah semakin asing di telinga kita.
Demokrasi ekonomi sudah sejak lama diperjuangkan oleh para pahlawan seperti Soekarno-Hatta pada sidang BPUPKI 15 Juli 1945, yang menyatakan bahwa Negara Indonesia didirikan berdasar rasa bersama. Dari situlah paham bernegara berdasarkan “kebersamaan dan asas kekeluargaan” digariskan dalam konstitusi. Perekonomian nasional terus mengemuka seiring dengan tuntutan untuk meletakkan perekonomian pada ramah yang penting bagi rakyat Indonesia.
Hatta memosisikan rakyat sebagai sentral-substansial, “takhta adalah milik rakyat” dengan makna utama “kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-seorang”. Dalam hal ini pemerintah harus berperan penting dalam pengambilan keputusan serta kebijakan-kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Jika selama ini rakyat menjadi kambing hitam dalam kebijakan pemerintah seperti ekonomi pasar yang telah gagal mengurangi kemiskinan rakyat dan gagal mengakhiri pengangguran berkelanjutan. Berkat daulat pasar, pembangunan makin terlihat menggusur orang miskin dan tidak menggusur kemiskinan. Benarlah Sri-Edi Swasono (kompas, 12/8) : “Pembangunan makin tampak merupakan sekadar pembangunan di Indonesia, bukan pembangunan Indonesia. Ini jauh dari cita-cita menjadi Tuan di Negeri Sendiri. Bisa-bisa rakyat menjadi penonton dan kembali menjadi kuli di negeri sendiri. Retorika ini diteriakkan makin santer!”
Jika kita tetap berpegang pada perekonomian yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan kebersamaan tidak terkontaminasi dengan perekonomian internasional yang cenderung liberalisme, negara ini akan jauh dari kemiskinan. Semua akan cooperation (bekerja sama) membangun perekonomian nasional. Pemerintah sejak dini harus mensosialisasikan perlunya perekonomian berbasis kerakyatan serta melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro rakyat.
Seharusnya mulai sejak dini ditanamkan jiwa ekonomi kerakyatan bagi generasi-generasi muda kita, seperti koperasi, UKM dan ekonomi syariah agar pondasi perekonomian kita tidak terguncang apabila terdapat krisis global dari negara lain. Selain itu pemerintah juga harus gencar mensosialisasikan dan mengembangkan koperasi, UKM dan ekonomi syariah melalui lembaga pendidikan. Mind set generasi muda kita harus diubah, jika selama ini mereka selalu belajar mengenai perekonomian yang liberal di lembaga pendidikan, pemerintah harus mengambil langkah tegas, Generasi muda kita harus dibekali ilmu yang sesuai dengan karakter bangsa ini. Terutama masalah ekonomi yang dihadapi dengan bangsa ini yang membutuhkan angin segar untuk harapan yang lebih maju ke depannya.
Kita tidak boleh lengah, sebagai generasi muda bangsa ini, sudah selayaknya kita membangun bangsa, menjunjung martabat bangsa, yang selalu berpegang teguh pada konstitusi bangsa ini yaitu pancasila dan UUD 1945. Segala bentuk globalisasi yang masuk ke negara dalam hal ini perekonomian harus kita saring, ketika hal itu sesuai dengan perekonomian nasional kita, kita ambil sedangkan yang membawa keburukan bagi perekonomian bangsa ini tidak diaplikasikan dalam kehidupan kita. Tetapi semua ini bermuara pada pemerintah kita, oleh karena itu diperlukan kepemimpinan nasional yang tangguh dan taat konstitusi.
0 komentar:
Posting Komentar