RSS
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali" (Q.S Maryam:33)


Perlukah Ibukota Jakarta Dipindahkan?

Oleh Maulita


Jakarta sudah menghipnotis rakyat Indonesia dengan kemegahan gedung-gedung pencakar langitnya, mal-mal yang menggiurkan, dan kemewahan lainnya yang gak bakal didapetin di kampung. Tidak mengherankan jika banyak pendatang yang berbondong-bondong mengadu nasib ke Jakarta, sehingga mengakibatkan menumpuknya penduduk di ibukota. Banjir, perumahan kumuh, kemacetan, gelandangan, pengemis, pedagang kaki lima, sampah yang menggunung hanya sebagian kecil dari masalah kota Jakarta. Sehingga ada pernyataan "ibukota harus dipindahkan!"

Hmmm...bukan masalah ibukotanya yang harus dipindahkan, tapi seharusnya mencari faktor penyebab dari permasalahan tersebut. Selama ini pembangunan hanya berpusat di Jakarta, terutama dalam bidang ekonomi. Peredaran uang 80% hanya terpusat di Jakarta. Tidak perlu memindahkan ibukota, yang perlu dilakukan adalah pembangunan pedesaan yang harus diperhatikan. Agar masalah-masalah Jakarta pun cepat diatasi.
Arti penting pembangunan daerah pedesaan dan kemajuan Sektor Pertanian adalah suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni:

1) Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil.

2) Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.

3) Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.

Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaan yang integratif, pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar dan kalaupun bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian bersangkutan. Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, serta pengangguran. Jadi bukan ibukotanya yang dipindahkan, tetapi sejumlah peredaran uang harus merata dari Sabang sampai Meruke. Sehingga tidak ada lagi masalah sepert kemacetan, banjir, perumahan kumuh, gelandangan, pengemis di Jakarta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

“KEMBALI KE PERSOALAN DASAR”

ANALISIS ARTIKEL “KEMBALI KE PERSOALAN DASAR”

(Kompas, 12/8/2010)

Oleh Maulita

BURUKNYA keadaan ekonomi nasional saat ini membawa pertanyaan besar bagi rakyat Indonesia “Apa sebenarnya yang menjadi masalah?”. Jika kita melihat ke persoalan dasar sebenarnya sangat fundamental. Ya, perekonomian kita sekarang sudah terkontaminasi dengan perekonomian liberalisme dan individualisme yang menjadi ruh kapitalisme selanjutnya berkembang menjadi imperialisme. Paham kebersamaan dan asas kekeluargaan sebagai dasar sistem ekonomi Indonesia ke dalam UUD 1945 dengan istilah demokrasi ekonomi sudah semakin asing di telinga kita.

Demokrasi ekonomi sudah sejak lama diperjuangkan oleh para pahlawan seperti Soekarno-Hatta pada sidang BPUPKI 15 Juli 1945, yang menyatakan bahwa Negara Indonesia didirikan berdasar rasa bersama. Dari situlah paham bernegara berdasarkan “kebersamaan dan asas kekeluargaan” digariskan dalam konstitusi. Perekonomian nasional terus mengemuka seiring dengan tuntutan untuk meletakkan perekonomian pada ramah yang penting bagi rakyat Indonesia.

Hatta memosisikan rakyat sebagai sentral-substansial, “takhta adalah milik rakyat” dengan makna utama “kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-seorang”. Dalam hal ini pemerintah harus berperan penting dalam pengambilan keputusan serta kebijakan-kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Jika selama ini rakyat menjadi kambing hitam dalam kebijakan pemerintah seperti ekonomi pasar yang telah gagal mengurangi kemiskinan rakyat dan gagal mengakhiri pengangguran berkelanjutan. Berkat daulat pasar, pembangunan makin terlihat menggusur orang miskin dan tidak menggusur kemiskinan. Benarlah Sri-Edi Swasono (kompas, 12/8) : “Pembangunan makin tampak merupakan sekadar pembangunan di Indonesia, bukan pembangunan Indonesia. Ini jauh dari cita-cita menjadi Tuan di Negeri Sendiri. Bisa-bisa rakyat menjadi penonton dan kembali menjadi kuli di negeri sendiri. Retorika ini diteriakkan makin santer!”

Jika kita tetap berpegang pada perekonomian yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan kebersamaan tidak terkontaminasi dengan perekonomian internasional yang cenderung liberalisme, negara ini akan jauh dari kemiskinan. Semua akan cooperation (bekerja sama) membangun perekonomian nasional. Pemerintah sejak dini harus mensosialisasikan perlunya perekonomian berbasis kerakyatan serta melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro rakyat.

Seharusnya mulai sejak dini ditanamkan jiwa ekonomi kerakyatan bagi generasi-generasi muda kita, seperti koperasi, UKM dan ekonomi syariah agar pondasi perekonomian kita tidak terguncang apabila terdapat krisis global dari negara lain. Selain itu pemerintah juga harus gencar mensosialisasikan dan mengembangkan koperasi, UKM dan ekonomi syariah melalui lembaga pendidikan. Mind set generasi muda kita harus diubah, jika selama ini mereka selalu belajar mengenai perekonomian yang liberal di lembaga pendidikan, pemerintah harus mengambil langkah tegas, Generasi muda kita harus dibekali ilmu yang sesuai dengan karakter bangsa ini. Terutama masalah ekonomi yang dihadapi dengan bangsa ini yang membutuhkan angin segar untuk harapan yang lebih maju ke depannya.

Kita tidak boleh lengah, sebagai generasi muda bangsa ini, sudah selayaknya kita membangun bangsa, menjunjung martabat bangsa, yang selalu berpegang teguh pada konstitusi bangsa ini yaitu pancasila dan UUD 1945. Segala bentuk globalisasi yang masuk ke negara dalam hal ini perekonomian harus kita saring, ketika hal itu sesuai dengan perekonomian nasional kita, kita ambil sedangkan yang membawa keburukan bagi perekonomian bangsa ini tidak diaplikasikan dalam kehidupan kita. Tetapi semua ini bermuara pada pemerintah kita, oleh karena itu diperlukan kepemimpinan nasional yang tangguh dan taat konstitusi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

“KEMBALI KE PERSOALAN DASAR”

ANALISIS ARTIKEL “KEMBALI KE PERSOALAN DASAR”

(Kompas, 12/8/2010)

Oleh Maulita

BURUKNYA keadaan ekonomi nasional saat ini membawa pertanyaan besar bagi rakyat Indonesia “Apa sebenarnya yang menjadi masalah?”. Jika kita melihat ke persoalan dasar sebenarnya sangat fundamental. Ya, perekonomian kita sekarang sudah terkontaminasi dengan perekonomian liberalisme dan individualisme yang menjadi ruh kapitalisme selanjutnya berkembang menjadi imperialisme. Paham kebersamaan dan asas kekeluargaan sebagai dasar sistem ekonomi Indonesia ke dalam UUD 1945 dengan istilah demokrasi ekonomi sudah semakin asing di telinga kita.

Demokrasi ekonomi sudah sejak lama diperjuangkan oleh para pahlawan seperti Soekarno-Hatta pada sidang BPUPKI 15 Juli 1945, yang menyatakan bahwa Negara Indonesia didirikan berdasar rasa bersama. Dari situlah paham bernegara berdasarkan “kebersamaan dan asas kekeluargaan” digariskan dalam konstitusi. Perekonomian nasional terus mengemuka seiring dengan tuntutan untuk meletakkan perekonomian pada ramah yang penting bagi rakyat Indonesia.

Hatta memosisikan rakyat sebagai sentral-substansial, “takhta adalah milik rakyat” dengan makna utama “kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-seorang”. Dalam hal ini pemerintah harus berperan penting dalam pengambilan keputusan serta kebijakan-kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Jika selama ini rakyat menjadi kambing hitam dalam kebijakan pemerintah seperti ekonomi pasar yang telah gagal mengurangi kemiskinan rakyat dan gagal mengakhiri pengangguran berkelanjutan. Berkat daulat pasar, pembangunan makin terlihat menggusur orang miskin dan tidak menggusur kemiskinan. Benarlah Sri-Edi Swasono (kompas, 12/8) : “Pembangunan makin tampak merupakan sekadar pembangunan di Indonesia, bukan pembangunan Indonesia. Ini jauh dari cita-cita menjadi Tuan di Negeri Sendiri. Bisa-bisa rakyat menjadi penonton dan kembali menjadi kuli di negeri sendiri. Retorika ini diteriakkan makin santer!”

Jika kita tetap berpegang pada perekonomian yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan kebersamaan tidak terkontaminasi dengan perekonomian internasional yang cenderung liberalisme, negara ini akan jauh dari kemiskinan. Semua akan cooperation (bekerja sama) membangun perekonomian nasional. Pemerintah sejak dini harus mensosialisasikan perlunya perekonomian berbasis kerakyatan serta melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro rakyat.

Seharusnya mulai sejak dini ditanamkan jiwa ekonomi kerakyatan bagi generasi-generasi muda kita, seperti koperasi, UKM dan ekonomi syariah agar pondasi perekonomian kita tidak terguncang apabila terdapat krisis global dari negara lain. Selain itu pemerintah juga harus gencar mensosialisasikan dan mengembangkan koperasi, UKM dan ekonomi syariah melalui lembaga pendidikan. Mind set generasi muda kita harus diubah, jika selama ini mereka selalu belajar mengenai perekonomian yang liberal di lembaga pendidikan, pemerintah harus mengambil langkah tegas, Generasi muda kita harus dibekali ilmu yang sesuai dengan karakter bangsa ini. Terutama masalah ekonomi yang dihadapi dengan bangsa ini yang membutuhkan angin segar untuk harapan yang lebih maju ke depannya.

Kita tidak boleh lengah, sebagai generasi muda bangsa ini, sudah selayaknya kita membangun bangsa, menjunjung martabat bangsa, yang selalu berpegang teguh pada konstitusi bangsa ini yaitu pancasila dan UUD 1945. Segala bentuk globalisasi yang masuk ke negara dalam hal ini perekonomian harus kita saring, ketika hal itu sesuai dengan perekonomian nasional kita, kita ambil sedangkan yang membawa keburukan bagi perekonomian bangsa ini tidak diaplikasikan dalam kehidupan kita. Tetapi semua ini bermuara pada pemerintah kita, oleh karena itu diperlukan kepemimpinan nasional yang tangguh dan taat konstitusi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

“ROH PEMBANGUNAN UNTUK RAKYAT”

ANALISIS ARTIKEL “ROH PEMBANGUNAN UNTUK RAKYAT”
(KOMPAS, 12/7/2010)

Oleh Maulita


KOPERASI sebagai cermin ekonomi kerakyatan yang berdasar atas asas kekeluargaan dan kebersamaan sekarang sudah semakin tenggelam di tengah maraknya ekonomi liberalisme yang sedang menjamur di negara Indonesia. Pembangunan ekonomi yang seharusnya menjadi penyelesaian setiap masalah malah memperparah keadaan. Pembangunan ekonomi sudah sejak lama diperjuangkan karena pada hakikatnya pembangunan ekonomi merupakan kemajuan di bidang ekonomi yang tidak hanya memperhatikan kenaikan dalam nilai PDB nya saja, tetapi juga memperhatikan kualitas sumber daya manusianya seperti tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, tingkat pendidikan dan sebagainya yang menjadi tolak ukur pembangunan ekonomi.
Masalah pembangunan yang terjadi di Indonesia saat ini bukan menyelesaikan masalah yang ada tetapi menimbulkan masalah baru. Karena pembangunan yang terjadi saat ini menggusur orang miskin bukan menggusur kemiskinan. Selain itu pembangunan yang terjadi sekadar pembangunan di Indonesia bukan pembangunan Indonesia. Orang mancanegara yang membangun Indonesia dan menguasai konsesi bagi usaha-usaha ekonomi strategis, sedang orang Indonesia menjadi pengamat atau menjadi jongos globalisasi. Masalah yang berikutnya adalah “daulat pasar” dibiarkan begitu berkuasa, sehingga menggusur “daulat rakyat”. Masalah selanjutnya adalah seharusnya kita menjadi Tuan di Negeri Sendiri, menjadi “The Master in our own Homeland, not just to be come the Host”.
Mengapa kita tidak pernah keluar dari masalah-masalah di atas? Jawaban yang keluar dari setiap penjuru negeri ini adalah sistem ekonomi yang mengadopsi dari luar sehingga sudah tidak mengedepankan ekonomi nasional yang berlandaskan asas kekeluargaan.
Sebenarnya pendidikan adalah solusi terbaik dalam mengentas perekonomian liberal yang semakin menjamur di negeri ini. Generasi-generasi muda kita harus diberi pengetahuan mengenai pentingnya perekonomian kerakyatan dalam kemajuan bangsa ini. Tenaga pendidik seperti dosen-dosen ilmu ekonomi telah terbiasa mengajarkan ilmu ekonomi berdasar buku teks induk Economics dari luar yang banyak berisi mengenai ekonomi liberal. Buku-buku referensi sebagai bahan ajar sebaiknya menggunakan buku yang berbasis ekonomi nasional sehingga mindset generasi muda kita tidak terperangkap dalam perekonomian liberal.
Generasi muda harus memiliki nasionalisme yang tinggi dan menjunjung tingggi konstitusi agar bisa membawa perekonomian ini kearah yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945, sebagai dasar penyelenggaraan ekonomi nasional, menyatakan (ayat 1) : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Perekonomian bukan hanya usaha koperasi, tetapi meliputi usaha seperti PT, Firma, CV, dan lain-lain yang tidak dibiarkan tersusun sendiri oleh mekanisme pasar-bebas atau kehendak pasar. Wujud keteresusunan jelas, yaitu tersusun sebagai usaha bersama berdasar kepentingan bersama. Dengan demikian Pasal 33 UUD 1945 menolak pasar-bebas (laissez-faire) yang mengemban paham liberalisme dan individualisme.
Koperasi dan UKM sebagai penggerak ekonomi kerakyatan tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya campur tangan dari semua pihak yang terkait. Pemerintah dan lembaga pendidikan harus bekerja keras mengembangkan perekonomian rakyat. Semoga dengan adanya pemahaman mengenai ekonomi kerakyatan dan seberapa besar pengaruhnya terhadap ketahanan ekonomi kita dapat memberi pengetahuan baru bagi kita agar tetap mempertahankan karakter bangsa yang berpedoman pada konstitusi yaitu UUD 1945.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Maliq & D'Essentials - Terlalu (Official Video)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

setitik tinta di pertengahan malam sabtu

Tiba-tiba perasaan itu timbul tenggelam,kayak kapal selam,hahaha....ada2 ajah. waduh ga bisa tidur nih, udah kebanyakan tidur tadi siang soalnya,hahaha...nulis2 gak jelas deh jadinya. Udah semester 5 ternyata tugas semakin menggila,
Olraid...akan saya usahakan kuliah saya sebaik mungkin dan lulus tepat waktu dengan hasil cumlaude!!camkan itu baik2 saudara-saudara.tuh kan makin malem makin gilla...

Hmft,...alhamdulillah Allah menguatkan langkahku untuk tetap bersyukur dan selalu berpikir positif untuk segala hal,pernah membuat kesalahan terbesar dalam hidupku mudah2an jadi anak yang lebih baik lagi,amin ya rabb,..maafin lituy ya Allah...
sekarang mau jadi anak yang rajin beribadah,rajin belajar dan rajin bekerja,gak mau lagi jadi anak nakal,kapok...sekali lagi KUATKAN AKU YA ALLAH!

Benar kata pak mario membenci orang akan menghabiskan waktu saja,yah walopun gw sadari gw bukan manusia sempurna yang terkadang juga banyak salahnya, dan juga sulit untuk menerima maaf dari orang yang udah bener2 buat gw terpuruk,tapi setelah gw pikir2 buat apa gan lo nyakitin diri lo sendiri karena lo masih skit ati dengan perbuatan orang laen ke lo??////!!!hahaha bodohnya gw, orang udah punya niat baek sama lo buat minta maaf,dan udah berusaha memperbaiki diri nah lo nya masih sakit ati?hooohoo tidak saudara-saudara, saya sudah IKHLAS, tapi gw baru sadar,ternyata ikhlas itu berat banget...may be seiring berjalannya waktu gw bisa ikhlas,mudah2an gak sampe seumur hidup,waduh gawaattt...KUATKAN AKU YA ALLAH!!

Hmft....astaghfirullah...baru dapet sms dari aak gw tercinta tahun ini batal lagi,kasian dia,...hiks sedih gw,sabar aja yah ak, Allah tau yang terbaek buat aak,keep moving sist, Allah always give a miracle...tuh kan jadi parno untuk urusan yang satu ini,..

udah ah mau tidur dulu,ntar makin aneh omongannya,...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS